Article Detail
Model Pembelajaran Experential
Model Pembelajaran Experential
Original Article: http://mediafunia.blogspot.co.id/2013/02/model-pembelajaran-experiential.html
Model pembelajaran Experiential merupakan sebuah model pembelajaran yang didasarkan pada teori Kolb, yaitu merupakan proses dimana pengetahuan terkonstruksi melalui transformasi pengalaman. Belajar dari pengalaman mencakup keterkaitan antara berbuat (the doing) dan berpikir (the thinking). Menurut Kolb & Kolb (2005), tujuan teori pembelajaran konstruktivis sosial Vygotsky sejalan dengan pengembangan model pembelajaran Experiential. Seseorang akan belajar jauh lebih baik lewat keterlibatannya secara aktif dalam proses belajar. Menurut Vygotsky, konstruksi pengetahuan fisik dan logiko matematis bersifat inter-individualistik. Proses konstruksi pengetahuan lewat pengalaman tidak dapat terjadi pda ruang lingkup yang kosong.
Pembelajaran Experiential menawarkan perbedaan yang mendasar yang melihat proses belajar yang didasarkan atas epistemologi empiris (Arsoy & Özad, 2005). Teori ini menekankan akan kebutuhan lingkungan belajar dengan menyediakan kesempatan siswa belajar untuk mengembangkan dan membangun pengetahuan melalui pengalamannya. Pengalaman akan menyajikan dasar untuk melakukan refleksi dan observasi, mengkonseptualisasi dan menganalisis pengetahuan dalam pikiran anak.
Model pembelajaran Experiential mendefinisikan pembelajaran sebagai sebuah proses yang didapatkan melalui kombinasi antara memperoleh pengalaman (grasping experiece) dengan mentransformasi pengalaman (transformation of experiece) (Holzer & Andruet, 2000; Adam, et al., 2004). Kegiatan memperoleh pengalaman (grasping experience) dapat terjadi secara langsung, yaitu melalui indra dan secara tidak langsung, yaitu berupa bentuk simbolis, misalnya konsep. Kegiatan mentransformasi pengalaman (transforming experience) berupa refleksi dan keterlibatan siswa dalam suatu aktivitas sains. Model pembelajaran Experiential menggambarkan dua model peroleh informasi yaitu concrete experience dan abstract conceptualization, dan dua model transformasi pengalaman yaitu reflective observation dan active experimentation.
Pengalaman memberi peranan penting dalam kontruksi pengetahuan. Madnesen & Sheal mengemukakan bahwa kebermaknaan belajar tergantung bagaimana cara belajar. Jika belajar hanya dengan membaca kebermaknaan belajar bisa mencapai 10%, dari mendengar 20%, dari melihat 30%, mendengar dan melihat 50%, mengkomunikasikan mencapai 70 %, dan belajar dengan melakukan dan mengkomunikasikan bisa mencapai 90% (Suherman, 2006). Jelas bahwa kegiatan belajar dengan peran aktif siswa dalam pengalaman nyata dapat mengoptimalkan kegiatan dalam mencapai tujuan belajar.
Kolb (1994) mengemukakan 3 karakteristik model pembelajaran Experiential, yaitu 1) belajar paling baik diterima sebagai suatu proses, di mana konsep diperoleh dan dimodifikasi dari kegiatan eksperimen, tidak dinyatakan dalam bentuk produk, 2) belajar merupakan proses kontinu bertolak dari pengalaman, dan 3) proses belajar memerlukan resolusi konflik (Wita et al.,2007).
Model pembelajaran Experiential menekankan pada peranan pengalaman dalam proses pembelajaran, pentingnya keterlibatan aktif siswa, dan kecerdasan sebagai kesan interaksi antara pebelajar dengan lingkungannya (Yusof et al., 2007). Prior experiences dalam MPE sangat penting yang merupakan starter dalam proses pembelajaran yang berlangsung. Kolb menyampaikan “learning is a process, in which knowledge is created through transformation of experience”. Kegiatan belajar merupakan suatu proses. Pengetahuan dibentuk melalui tranformasi pengalaman siswa.
Teori pembelajaran Experiential memberikan jalan dan alternatif di dalam pembelajaran, menyediakan sebuah pemahaman nyata (concrete understanding) tentang bagaimana sebuah kelas dapat belajar lebih baik (Sharlanova, 2004). Witherington mengungkapkan ciri-ciri pengalaman edukatif adalah berpusat pada satu tujuan yang berarti bagi anak (meaningful), kontinu dengan kehidupan anak, interaksi dengan lingkungan, dan menambah integrasi anak “…the process is learning is doing, reacting, undergoing, and experiencing. The product are all achieved by the learner through his own activity…” (Djamarah & Zain, 2002).
Pembelajaran Experiential adalah proses belajar secara edukatif, berpusat pada pebelajar, dan berorientasi pada aktivitas. Refleksi secara personal tentang suatu pengalaman dan memformulasikan rencana untuk menetapkan apa yang telah diperoleh dari pengalaman sains untuk konteks sains yang lain adalah faktor kritis dalam menjaga efektivitas pembelajaran Experiential.
Pengalaman-pengalaman yang telah dialami siswa mempunyai peranan penting dalam pembentukan pengetahuan kognitif dalam pikiran siswa. Siswa merefleksikan pengalamannya pada sebuah pengetahuan baru. Suparno (1997) memaparkan bahwa konsep baru dapat diintegrasi dengan konsep yang ada di dalam struktur kognitif siswa apabila konsep baru tersebut dapat mereka bayangkan atau dapat mereka kaitkan dengan dunia nyata (realistik). Pengetahuan yang diperoleh kemudian diaplikasikan pada situasi lain (Diem, 2001; Walt & Blicblau. 2005).
Keterlibatan siswa dalam kegiatan eksperimen akan membuat individu memperoleh pengalaman langsung yang konkrit. Menurut Bruner, ketika siswa dilibatkan dalam kegiatan pengalaman eksperimen, mereka akan mengembangkan kemampuan untuk pemecahan masalah yang ada (Gonen & Ozek, 2005). Siswa atau individu kemudian akan mengembangkan keterampilan observasi dan kemudian merefleksikan pengalaman yang diperolehnya. Setelah fase ini, siswa akan membentuk generalisasi dalam pikirannya yang kemudian menghasilkan sebuah implikasi yang menjadi pegangan dalam pengalaman baru. Kolb menguraikan beberapa manfaat penerapan pembelajaran yang didasarkan pada pengalaman sebagai berikut (Adam, et al., 2004).
1) Menyediakan arah pembelajaran yang tepat dalam penerapan apa yang dipelajari.
2) Memberikan arah cakupan metode pembelajaran yang diperlukan.
3) Memberikan kaitan yang erat antara teori dan praktek.
4) Dengan jelas merumuskan pentingnya para siswa untuk merefleksikan dan merangsang siswa memberikan umpan balik tentang apa yang mereka pelajari.
5) Membantu dalam mengkombinasi gaya pengajaran sehingga pembelajaran menjadi lebih efektif.
Pembelajaran Experiential digambarkan dalam suatu siklus pembelajaran yang terhirarki pada masing-masing fase. Terdapat empat tahapan model belajar berbasis pengalaman (Experiential Learning Model), yaitu Concrete Experience, Refective Observation, Abstract Conceptualization, Active Experimentation. Sharlanova (2004) menyampaikan kegiatan belajar dalam siklus belajar Kolb sebagai berikut.
1. Concrete Experience (CE)
Pada tahap concrete experience, pebelajar baik secara individu, tim, atau organisasi hanya mengerjakan tugas. Tugas yang dimaksudkan adalah aktivitas sains yang mendorong mereka melakukan kegiatan sains atau mengalami sendiri suatu fenomena yang akan dipelajari. Siswa berperan sebagai partisipan aktif. Fenomena ini dapat berangkat dari pengalaman yang pernah dialami sebelumnya baik formal ataupun informal, atau situasi yang bersifat real problematic sehingga mampu membangkitkan interest siswa untuk menyelidiki lebih jauh.
2. Refective Observation (RO)
Pada tahap refective observation, siswa mereview apa yang telah dilakukan atau dipelajari. Keterampilan mendengarkan, memberikan perhatian atau tanggapan, menemukan perbedaaan, dan menerapakan ide atau gagasan dapat membantu dalam memperoleh hasil refleksi. Siswa mengamati secara seksama dari aktivitas sains yang sedang dilakukan dengan menggunakan panca indra (sense) atau perasaan (feeling) kemudian merefleksikan hasil yang didapatkan. Pada tahap ini siswa mengkomunikasikan satu sama lain hasil refleksi yang dilakukan
3. Abstract Conceptualization (AC)
Tahap abstract conceptualization merupakan tahapan mind-on atau fase “think” di mana pebelajar mampu memberikan penjelasan mtematis terhadap suatu fenomena dengan memikirkan, mencermati alasan hubungan timbal balik (reciprocal-causing) terhadap pengalaman (experience) yang diperoleh setelah melakukan observasi dan refleksi terhadap penglaman sains pada fase concrete experience. Pebelajar mencoba mengkonseptualisasi suatu teori atau model terhadap penglaman yang diobservasi dan mengintegrasikan pengalaman baru yang diperoleh dengan pengalaman sebelumnya (prior experience).
4. Active Experimentation (AE)
Pada tahap ini, pebelajar mencoba merencanakan bagaimana menguji kemampuan suatu teori atau model untuk menjelaskan pengalaman baru yang diperoleh selanjutnya. Proses belajar bermakna akan terjadi pada tahap active experimentation (Mardana, 2006). Pengalaman yang diperoleh pebelajar sebelumnya dapat diterapkan pada pengalaman baru dan atau situasi problematik yang baru. Melalui kegiatan active experimentation ini siswa akan melatih kemampuan berpikir kritis. Siswa mengetahui sejauh mana pemahaman yang telah dimiliki dalam memecahkan permasalahan-permasalahan yang terkait dengan pengalaman sehari-hari. Terdapat tahapan penting dalam pengajaran dengan menggunakan model pembelajaran Experiential yang terangkum dalam sintak pembelajaran. Menurut Mardana (2006), model pembelajaran Experiential mampu menyediakan tahapan-tahapan pembelajaran yang menekankan pada terjadinya proses transformasi pengalaman sains berangkat dari pengalaman sehari-hari
Bibliografi
Adam, A. B., Kayes, D. C., & Kolb, D. A. 2004. Experiential learning in teams. Artikel. Tersedia di: http://www.learningfromexperience.com/research_ library pada tanggal 11 Januari 2009.
Arsoy, A. & Özad. 2005. The experimental learning cycle in visual design. The Turkish Online Journal of Education Tecnology. 3(2). 1-7.
Darma, K. 2007. Pengaruh model pembelajaran konstruktivisme terhadap prestasi belajar matematika terapan pada mahasiswa Politeknik Negeri Bali. Laporan Penelitian. Politeknik Negeri Bali.
Deen, I. S. 2006. Contextual teaching and learning practices in the family and consumer sciences curriculum. Journal of Family and Consumer Sciences Education. 24 (1). 1-14
Diem, K. G. 2001. Learn by doing 4-h way. Rutger Cooperative Extention: New Jersey Agruculutural Experimen Station. 4. 36-39.
Djamarah, S. B. & Zain, A. 2002. Strategi belajar mengajar. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Dufresne, R. J., Gerace, W. J., Leonard, W. J., Mestre, J. P., & Wenk, L. 1996. Classtalk: A classroom communication system for active learning. Journal of Computing in Higher Education. 7. 3-47
Dwipayanti, G. A. A. K. 2008. Pengaruh model pembelajaran experiential dan model pembelajaran langsung (direct instruction) terhadap hasil belajar siswa kelas VII SMP Negeri 6 Singaraja. Skripsi (tidak diterbitkan). Jurusan pendidikan Fisika Universitas Pendidikan Ganesha.
Ghazali, A. S. 2002. Menerapkan paradigma konstruktivisme melalui strategi belajar kooperatif dalam pembelajaran bahasa. Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran. 9( 2). 115-131.
Gonen, S &. Ozek, N 2005. Use J. Bruner learning teory in physical experimental activity. Journal of Physics Teacher Education Online. 2(3). 19-21.
Gregory, r. J. 2000. Psychological testing:history, principles, and application. London: Allyn and Bacon.
Hadi, N. 2008. Pembelajaran kontekstual dan penerapannya. Laporan penelitian. Tersedia pada: http://www.lipi.co.id/. Diakses pada tanggal 27 Desember 2008.
Kusumayanti, N. K. 2008. Penerapan pembelajaran berbasis masalah berorientasi model rekontruksi kognitif untuk meningkatkan pemahaman konsep fisika dan kinerja ilmiah siswa kelas X6 SMA Negeri 3 Singaraja tahun ajaran 2007/2008. Skripsi (tidak diterbitkan). Universitas Pendidikan Ganesha.
Mardana, I B. 2006. Implementasi modul eksperimen sainsberbasis kompetensi dengan model Experiential learning dalam upaya meningkatkan kualitas pelaksanaan KBK dalan pembelajaran sains di SMP Negeri 1 Sukasada. Jurnal Pendidikan dan Penajaran IKIP Negeri Singaraja. 39(4). 676-943
Nur, M. 2000. Strategi-strstegi belajar. Surabaya: UNESA-Universitas Press
Sadya, I W. 2008. Lesson study (suatu strategi peningkatan profesionalisme guru). Jurnal Pendidikan dan Pengajaran. 41 (edisi khusus). 454-472.
Sharlanova, V. 2004. Experiential learning. Trakia Journal of Sciences. 2(4). 36-39.
Suastra, I W., Mardana, I. B. P., Suwindra, I W. P. 2006. Pengembangan sistem Assesment Otentik dalam pembelajaran Fisika di Sekolah Menengah Atas (SMA). Laporan Research Grant (tidak diterbitkan) Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja
Sugiharto, A. 2008. Pembuktian hasil belajar siswa dalam penggunaan pendekatan kontekstual pada sekolah menengah pertama. Terdapat pada: www.indoskripsi .com tanggal 11 Januari 2009.
Suherman, H. E. 2008. Model belajar dan pembelajaran berorientasi kompetensi siswa. Educare: Jurnal Pendidikan dan Budaya. 5(2).
Suja, I W. & Suardana, I N. 2007. Pengembangan perangkat pembelajaran dan penilaian kinerja ilmiah dengan pendekatan contextual teaching and learning untuk mendukung pembelajaran kimia berbasis kompetensi di sma. Laporan penelitian (tidak diterbitkan). Universitas Pendidikan Ganesha
Suparno, P. 1997. Filsafat konstruktivisme dalam pendidikan. Yogyakarta: Kanisius.
Suryani, N. 2007. Pengaruh penerapan pendekatan kontekstual bermedia vcd terhadap pencapaian kompetensi belajar sejarah. Laporan penelitian. Universitas Surakarta.
Sutarno, E. 2008. Penerapan siklus belajar experiential untuk meningkatkan kompetensi dasar fisika siswa kelas X di SMA N 2 Singaraja. Jurnal Pendidikan dan Pengajaran. 41 (1). 146-168.
Tika, I K., Thantris, N. K., & Suarti, N. 2007. Penerapan problem based learning berorientasi penilaian kinerja dalam pembelajaran fisika untuk meningkatkan kompetensi kerja ilmiah siswa. Laporan penelitian (tidak diterbitkan). Universitas Pendidikan Ganesha.
Walt. J. P. V., & Blicblau, A.S. 2005. Applying experiential learning with success. Australian Journal of Education. Vol 35, pp 110-120
Widodo, A. 2007. Konstruktivisme dan Pembelajaran Sains. Laporan Penelitian. Universitas Pendidikan Indonesia.
Wirta, I M. & Rapi, K. 2008. Pengaruh model pembelajaran dan penalaran formal terhadap penguasaan konsep fisika dan sikap ilmiah siswa SMA Negeri 4 Singaraja. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pendidikan. 1(2). 15-29
Wood, E. J. 2004. Problem-based learning: Exploiting knowledge of how people learn to promote effective learning. Journal of Learning and Teaching Support Network for Bioscience. 3. 1-11. Tersediadi: http://bio. ltsn.ac.uk/journal/vol3/beej-3-5.htm pada tanggal 15 Desember 2008.
Yusof, R., Larim, F., & Othman, N. 2007. Kesan strategi pembelajaran pengalaman terhadap pembangunan kompetensi: perspektif pendidikan perakaunan. Jurnal Teknologi. 46 (E). 1-5.
-
there are no comments yet