Article Detail

MENJADI GURU SEKALIGUS SAHABAT

Saat ini Indonesia masih berkutat dengan penanganan pandemi covid-19. Hal tersebut secara tidak langsung berdampak pada berbagai lini kehiduan yang lain, di antaranya sektor pendidikan. Proses pendidikan di Indonesia sekarang ini dihadapkan pada kondisi pembelajaran jarak jauh (PJJ), dan tidak memungkinkan adanya interaksi fisik secara langsung antara pendidik dan peserta didik. Seiring dengan laju pandemi yang tak mudah untuk ditakhlukkan, maka alternatif PJJ ini menjadi satu-satunya jalan untuk tetap mengentaskan pendidikan di Indonesia.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dalam blog khususnya menyatakan bahwa PJJ yang sudah berlangsung selama satu setengah tahun ini memberikan dampak negatif, sehingga mendorong diadakannya PTM (Pembelajaran Tatap Muka). Data yang dihimpun menunjukkan temuan atau dampak dari PJJ tersebut, antara lain adalah banyaknya anak didik yang tidak bisa menyerap mata pelajaran dengan baik, dikarenakan belum terbiasa mengikuti pembelajaran daring menggunakan aplikasi Zoom atau aplikasi pertemuan virtual lainnya. Dalam kajian tersebut juga dibahas bahwa kesuksesan PJJ sangat ditentukan oleh dukungan orang tua terhadap anaknya. Pernyataan tersebut disampaikan oleh Kepala Dinas Pendidikan Kota Bogor, Hanafi, yang merasakan kondisi ini pada jenjang pendidikan SD, SMP dan SMA. Menurutnya, banyak dari siswa yang menggunakan waktu belajar untuk bermalas malasan dan enggan mengerjakan tugas dari guru. https://www.kemdikbud.go.id/main/blog/2021/04/

Dampak lain yang muncul secara lebih luas adalah kebosanan peserta didik terhadap segala sesuatu yang berhubungan dengan pembelajaran. Hal yang sangat wajar mengingat kita memang tidak bisa menyediakan waktu yang cukup untuk melayani peserta didik kita jika dilaksanakan secara virtual. Belum lagi dengan kendala kuota atau jaringan internet yang terbatas, akan membuat anak tambah enggan melirik kita ataupun beriteraksi dengan gurunya.

Sedih memang. Lalu, apa peranan kita sebagai seorang pendidik? Akankah kita tetap berdiam diri dan tidak berbuat apa-apa? Apakah kita hanya akan menunggu, sampai pandemi berakhir dan semua akan berjalan normal? Kenyataannya, sudah hampir dua tahun, dan pandemi ini tetap belum terselesaikan, bahkan kasus nya semakin hari semakin meningkat.

Hari ini saya mengajak bapak ibu pendidik untuk mau menjadi sahabat bagi anak-anak. Di sekolah, atau saat PJJ, memang kita adalah gurunya, namun di luar itu, marilah kita menjadi sahabat mereka.

Lalu, bagaimana caranya kita menjadi sahabat bagi anak didik kita?

Yang pertama, dengarkan mereka.

Proses mendengarkan ini memang susah untuk diaplikasikan, apalagi kita sebagai pendidik seringkali lebih banyak bicara daripada anak didik. Coba renungkan ketika berada di ruang zoom, siapa yang banyak bicara: kita atau mereka? Pasti kita ya. Entah karena banyaknya materi yang harus disampaikan atau memang lama menunggu peserta didik yang tidak merespon.

Nah, lakukan langkah berikut.

Suatu saat di pertemuan zoom, jangan ada materi yang diberikan. Semua berada di layar zoom dengan pengalamannya masing-masing. Saling bercerita tentang hari ini, tentang apa yang mereka alami, dari tadi pagi sampai di ruang virtual, begitu berurutan, tentu saja dengan batasan waktu. Maka semua anak, bahkan kita sebagai pendidik, akan belajar menjadi pendengar yang baik. Ketika anak selesai bercerita, maka setidaknya dia melepaskan beban berat yang dia alami sebelum masuk kelas. Selain mendapatkan kelegaan hati, sang anak akan mengalami perasaan yang berbeda ketika dirinya dihargai oleh orang lain, didengarkan dan diberikan waktu untuk bicara.

Itulah prinsip: satu berbicara, yang lain mendengarkan.

Yang kedua, carikan solusi.

Langkah ini mungkin imposible ya, karena kita bukan tukang menyelesaikan masalah orang lain. Namun, setidaknya saat anak bercerita, setidaknya selain menjadi pendengar yang baik, kita bisa mencarikan solusi simpel terdekat yang bisa mereka lakukan untuk mengatasi permasalahan yang mereka hadapi. Kita dapat juga melibatkan anak-anak yang lain dalam satu kelas, agar juga menjadi pendengar dan pemberi solusi yang baik. Dalam hal ini anak-anak akan terlatih untuk lebih peduli dengan orang lain, atau dengan kata lain menerapkan prinsip belarasa. Dengan memberikan beberapa solusi tentu akan membuat anak-anak lebih dekat dengan bapak ibu gurunya dan membuat mereka semakin senang bercerita.

Salah satu petinggi DKI juga berupaya memberikan solusi kendala PJJ.  WAKIL Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria atau yang akrab disapa Ariza tak menampik masih ada kendala yang dihadapi oleh para siswa dalam melakukan pembelajaran jarak jauh (PJJ). Seperti baru-baru ini ditemukan siswa SMPN 286 Jakarta yang tidak mampu mengikuti PJJ karena tak memiliki ponsel pintar. Siswa tersebut akhirnya mendapat bantuan sebuah ponsel pintar dari Dinas  Pihaknya menyebut akan mencarikan solusi terbaik bagi para pelajar yang mendapat kendala dalam PJJ. (https://mediaindonesia.com/)

Dua langkah di atas, setidaknya menjadi sedikit gambaran bagaimana kita, sebagai pendidik, menjalin relasi yang baik dengan peserta didik. Menjadi guru sekaligus sahabat, hal yang mudah diucapkan, namun mungkin sulit dilakukan. Tapi jika kita tidak mencobanya, apakah bisa kita tahu, apa yang terbaik untuk mereka?

Sukses tidaknya kita mendidik bukan dari berapa anak yang mendapatkan nilai sempurna, tapi dari berapa banyak anak yang mau peka dan peduli dengan lingkungan sekitarnya, apalagi di masa PJJ ini. Ketika semua hal dibatasi dengan segala bentuk virtual atau daring, maka hendaknya kita lebih peduli, bahwa pada jiwa masing-masing anak tetap merindukan kasih sayang dari para pendidiknya.

Mau dilakukan sekarang atau nanti, itu adalah pilihan. Namun, jadilah pendidik yang baik, yang mau menjadi sahabat untuk anak-anak.

Salam Semangat.

 

****

REFERENSI:

https://www.kemdikbud.go.id/main/blog/2021/04/dampak-negatif-satu-tahun-pjj-dorongan-pembelajaran-tatap-muka-menguat diakses 02 Juli 2021

https://mediaindonesia.com/megapolitan/356428/ada-siswa-tak-ikut-pjj-wagub-kita-carikan-solusi-terbaik diakses 02 Juli 2021


Created by: Cicilia Setyowati, M.Pd. - Pengajar Bahasa Indonesia SMP Tarakanita 4 Jakarta.








Comments
  • there are no comments yet
Leave a comment